Friday, April 7, 2017

#MemesonaItu Orang yang Bisa Mengendalikan Diri


Saya tergerak bercerita tentang orangtua saya. Bapak dan ibu saya adalah sosok yang tidak tergantikan. Mereka memesona untuk saya karena keteladanan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatannya.

Orang yang memesona dapat mengendalikan pikirannya
Pikiran-pikiran yang bagaimana yang seharusnya kita miliki? Pikiran positif. Pikiran positif merupakan kekuatan potensial yang bisa mempengaruhi kita dalam mengambil keputusan. Pikiran positif ternyata berefek kepada kesehatan jasmani kita.

Ibu saya divonis menderita tumor ganas tahun 2004 di bulan Agustus. Sejak diinformasikan oleh dokter demikian dijadwalkan operasi pengangkatam tumor 2 minggu setelahnya. Apakah ibu takut? Saya tidak menjumpai ibu saya meratap. Yang saya tahu, begitu diberitahu dokter untuk operasi, ibu dan bapak mengajak kami sekeluarga berdoa. Lalu ibu dioperasi, meninggalkan jahitan panjang membujur di perutnya. Seperti bekas luka operasi sesar, hanya jahitan ini bukan melintang tapi membujur di perutnya, cukup panjang. Setelah itu ibu sempat sembuh. Namun tahun 2010 muncul lagi tumor yang menggerogoti kesehatan ibu. Yang saya lihat dari ibu adalah bahwa iya, ibu membawa penyakit dalam tubuhnya. Tapi semangat untuk sembuh membuatnya bertahan. Semangat itu nampak waktu beberapa kali di tahun-tahun terakhir ibu bolak-balik dirawat di rumah sakit. Setiap kali ada yang menjenguk ibu selalu berusaha tampil ceria. Tidak pernah sekalipun saya lihat ibu menangis. Malah yang menjenguk yang terharu melihat kondisi ibu yang kian kurus. Saat kontrol ke dokter adalah saat yang ditunggu ibu karena sekalian bisa jalan-jalan keluar rumah dan menikmati perjalanan bersama bapak. Saat jeda jadwal kontrol diperpanjang ibu tambah bersemangat karena artinya kesehatannya semakin baik. Saya baru menyadari kondisi ibu menurun drastis saat ibu harus segera ke dokter setelah menengok saya paska melahirkan anak pertama. Ternyata sebelum berangkat menemui saya ibu sempat terjatuh di kamar mandi. Sepulang dari Bandung ke Wonogiri ibu langsung dirawat di rumah sakit sampai ujung usianya. Tadinya harapan hidup ibu setelah operasi di tahun 2004 hanyalah 3 tahun. Tapi semangat dan pikiran positif ibu dan tentu saja doa yang terpanjatkan memberi bonus tahun-tahun kehidupan untuk bisa dinikmatinya.

Saya ingat waktu saya berbicara dengan bapak beberapa tahun setelah ibu meninggal. Saya ceritakan banyak keluhan, seakan semua keburukan semata yang saya alami. Dengan tenang bapak memberi jawaban yang sederhana tapi tak terbantahkan oleh saya. Bapak menjawab: "Semua yang terjadi disyukuri saja, supaya hidup kita ringan". Saat terbatas uang dan kebebasan, saat tidak bisa berkumpul dengan keluarga, saat harus sendirian, semuanya disyukuri saja. Apalagi yang bisa kita keluhkan kalau segala hal kita syukuri? Tidak ada. Yang bisa kita nikmati kemudian adalah damai sejahtera.

Semangat, pikiran positif, dan hati yang penuh syukur, itulah contoh nyata yang saya bisa lihat langsung dari orangtua terkasih.

Orang yang memesona dapat mengendalikan perkataannya
Zaman cepat sekali berubah. Mengubah pula orang-orang yang hidup di dalamnya. Lihat saja media sosial. Nilai-nilai kesantunan tampaknya mulai memudar. Orang bebas bicara, baik ataupun buruk. Hari ini bisa saja bermulut manis, besok harinya tulisannya umpatan belaka. Yang satu menyatakan pendapatnya, yang lain menghujaninya dengan makian. Tak terlerai, tiada habisnya. Yang ada malah saya menghela nafas panjang dan meninggalkan laman tersebut. Bukankah yang kita ucapkan asalnya dari hati? Bila hatinya bijaksana tentunya perkataan-perkataannya membuktikannya dan teruji.

Bapak saya seorang pendeta. Selama lebih dari 30 tahun beliau melayani jemaat di kota kecil di Jawa Tengah, tepatnya Wonogiri. Tinggal bersamanya memberi pengalaman yang indah untuk saya. Saya memahami bahwa tidak mudah untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu. Tidak jarang bapak menangani konflik yang terjadi di antara jemaat. Di sinilah diperlukan kebijaksanaan yaitu untuk memberikan kata-kata yang tepat kepada orang yang tepat di waktu yang tepat pula. Saya sebut hal ini sebagai hikmat seorang hamba Tuhan. Hikmat dalam hati dan terungkap dalam kata-kata yang tepat. Hikmat itu teruji dalam lamanya jabatan pemimpin jemaat yang diemban oleh bapak.

Orang yang memesona dapat mengendalikan perbuatannya
Kata-kata saja ternyata belum cukup. Perbuatanlah yang membuktikan apa yang ada dalam hati setiap orang. Perbuatan berbicara lebih keras daripada sekedar kata-kata.

Saya ingat waktu dulu sedang memikirkan calon suami seperti apa yang saya inginkan. Dengan mudah saya bisa jawab bahwa calon suami yang ideal adalah yang seperti bapak saya. Ini mempertegas sosok yang menjadi panutan dan teladan buat saya. Bimbingan dan didikan bapak membentuk kami anak-anaknya menjadi seperti sekarang.

Tentu saja semua hal di atas menjadi harapan saya sebagai orangtua bagi anak-anak saya. Betapa indahnya saat anak-anak kita mengidolakan orangtuanya. Orangtua yang penuh kasih dalam mendidik dan membesarkan putra-putrinya dan menjadi teladan hidup seutuhnya.

#MemesonaItu

No comments:

Post a Comment