Tuesday, May 11, 2010

Melangkah dengan Iman

Topic paling top hari ini adalah kesaksian temen tadi sore. Ceritanya, di jadwal sih persekutuan perancang. Tapi apa daya, setelah persekutuan tetep we ada rapatnya dikit-dikit menjadi bukit, menjadi lama, menjadikanku nyampe di kos melewati jam malam. But praise The Lord, om Agustinus begitu baik, menunggu sampai aku datang mengetuk pintu dan sedikit berteriak: “Om, saya sudah pulang. Terimakasih, Om!” Tanda terimakasihku karena sms-ku supaya pintu jangan dikunci berarti udah terkirim kepada sang empunya rumah tempatku bernaung.

Kembali ke top news tadi. Ini bukan gossip. Ini true story. Beautiful story. Walaupun behind the scene-nya diwarnai urai air mata. Penantian 10 tahun di Bandung berakhir indah buatnya di tahun ini. Setelah persiapan pernikahannya kandas 10 tahun lalu, kali ini melangkah pasti menuju pernikahannya yang sesungguhnya. Sakit hati, kebencian, kemarahan, peperangan dalam diri sendiri, semua sudah dialami. Tapi kuasa pengampunan mengubah ratapannya jadi tarian. Kisah ideal (menurutku) untuk seorang yang patut dijadikan teladan rohani. Semua orang yang hadir memberi tanggapan positif. Bahkan sudah lama menanti pernyataan resmi itu. Karena memang tidak akan dikabarkan lewat FB, hehehehe… Untuk hal sepenting pernikahan, hal sepribadi ini memang bukan untuk dijadikan pengganti pertanyaan “What’s on your mind?” di wall. “Kita ga temenan lagi kalau sampai hal-hal pribadi semacam itu ditulis di FB!”, begitulah aku memberi ancaman. Hehehehe….

Dalam ceritanya, dideksripsikan secara rinci bagaimana proses pengampunan yang dilakukan untuk mantan tunangannya yang membuatnya sakit hati. Awalnya memang belum bisa mengampuni, sampai kebawa-bawa dalam mimpi2nya yang ternyata mengganggu. Trus, bergabung di GBP, pernah dalam 1 hari Minggu, di 3x kebaktian, tertempelak khotbah mengenai pengampunan. Sepulang dari gereja ternyata menyadari bahwa pengampunannya belum tuntas. Proses terus berlangsung, sampai menerima telepon dari sang mantan yang berakibat derai air mata tak terbendung lagi. Hingga pada suatu waktu, di akhir pelajaran yang diberikan Tuhan, sang mantan mengakui kesalahannya. Dan ternyata itulah akhir proses pengampunan sesungguhnya. Pengakuan salah itulah yang selama ini ditunggunya. Setelah pengakuan salah dari sang mantan itu diterima, sejak itulah tidak ada lagi mimpi buruk. Tidak ada lagi kemarahan. Tidak ada lagi yang mengejutkannya saat ada pria berambut cepak, berkulit terang, melintas dekatnya.

Mungkin sebenarnya aku juga belum sepenuhnya mengampuni. Walau kalimat “Aku mengampunimu.” pernah aku tuliskan untuk seseorang. Kalau melintas hal2 yang bisa mengingatkan pada masa lalu kadang masih ada sesuatu yang rasanya mengusik. Sampai sekarang. Apakah itu berarti aku belum sepenuhnya mengampuninya? Sepertinya begitu. Soalnya aku belum menerima pengakuan salahnya. Hehehehehe… Tapi kata pak David juga, kalau berdoa jangan ucapkan: “Lord, change him!”, tapi “Lord, change me!”. Kan memang itu yang di ‘ujian’ kemaren jadi ‘hikmah’ yang bisa dipanen oleh diriku.

“Like this” untuk her true story, keempat jempol tak kasihin wis…. Cerita melangkah dengan iman itu terus berlanjut hingga Sabtu kemarin, dapet deh rumah kontrakan. Padahal di pekan itu juga katanya masih menjadi seperti Abraham yang belum diberitahu Tuhan tempat tujuan, tapi udah masuk-masukin barang ke kardus dan siap pindah. Hahahaha…

Besok tugas jam doa euy. Mau nyanyiin ini ah: NP. 127 (hahaha…, kekeuh..), trus Kunantikan Janji Allah dst…, trus Seringkali Ku Datang, Tuhan dst…., trus NP. 157. Tinggal siapin narasinya.

2 comments:

  1. produktif banget bu....
    jadi ngiri, aku lagi banyak proyek nie, jd off dulu he3. Btw, critanya nggak komplet, jadi pembacanya menangkap cerita yag setengah2 he3

    ReplyDelete
  2. Emang ga dimaksudkan untuk dibuat komplit. Namanya juga curhat.. Hehehe.. Biarlah tetep jadi agak misterius.., ga jelas..., seperti penulisnya, hehe..

    ReplyDelete